QS Al Kahfi ayat 19 :
QS Al Kahfi ayat 19 :
𝐖𝐚𝐥𝐲𝐚𝐭𝐚𝐥𝐚𝐭𝐡𝐭𝐡𝐚𝐟 𝐖𝐚𝐥𝐚 𝐘𝐮𝐬𝐲'𝐢𝐫𝐨𝐧𝐧𝐚 𝐁𝐢𝐤𝐮𝐦 𝐀𝐡𝐚𝐝𝐚𝐚.
Artinya : "Berlaku lemah lembutlah kalian."
Api tidak akan padam dengan tiupan angin, api akan padam dengan air. Air simbol kelembutan dan fleksibilitas, api simbol kemarahan.
Air itu menyejukkan. Itulah latif.
Islam adalah agama yang penuh dengan nilai-nilai spiritual tinggi, semestinya umatnya pun berspiritual yang agung, berbudi pekerti yang luhur, salah satu bukti ajaran budi pekerti luhur ini dapat dijumpai di dalam Al-Qur'an surah Al-Kahfi ayat 19 : Walyatalaataf wala yusiranna bikum ahad.
Artinya: "Berlaku lemah lembutlah kalian. Kepada siapa saja. Ayat ini adalah salah satu cerita tentang ashabul kahfi, penghuni gua yang telah tidur selam 309 tahun di dalam gua, kemudia salah seorang diantaranya disuruh untuk ke kota untuk membeli sesuatu (berinteraksi dengan masyarakat). Ayat ini Bermakna perintah untuk berprilaku lemah lembut. Karena perintah, maka tatkala dilaksanakan mendapat pahala, jika tidak dilaksanakan akan berdosa, sepertinya umat islam Indonesia banyak yang tidak tahu ini, sehingga prilaku latif (lemah lembut/sopan) sudah jarang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari.
Ayat ini berada di tengah-tengah mushaf Al-Qur'an. Ada satu kata yang sengaja di cetak merah yaitu kata walyatalattaf. Bisa dilihat pada Al-Qur'an tempo dulu yang dicetak di Indoensia, untuk mushaf cetakan dari Arab Saudi, sudah tidak tercetak merah. Kenapa kata ini begitu penting sehingga tercetak merah. Konon katanya tatkala Usman bin Affan terbunuh, darahnya terpercik ke tulisan walyatalattaf di tengah-tengah mushaf yang terbuka. Itulah sebabnya sekarang pun sengaja dicetak merah untuk mengenang peristiwa itu.
𝗪𝗮𝗹𝘆𝗮𝘁𝗮𝗹𝗮𝘁𝗵𝘁𝗵𝗮𝗳 berasal dari kata latif yang berarti halus dan lemah lembut. Sebuah karakter atau perangai/akhlak. Umat islam harus memiliki perangai yang penuh dengan kelemah lembutan baik kepada siapa saja. Di dalam asmaul husna pun tercantum kata latif, al hakamu al adlul latif. Memberikan hukum yang adil dan penuh kelembutan. Persoalan perbeda'an pemahaman dalam kehidupan beragama semestinya bisa terselesaikan dengan mengedepankan karakter latif ini. Bukan dengan kekasaran dan emosi. semua masalah bisa dikomunikasikan apapun itu.
Alangkah indahnya sifat latif Rasulullah pada kisah ini.
Alkisah "Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah ada seorang pengemis Yahudi Buta, dari hari ke hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata, "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya."
Setiap pagi Rasulullah ﷺ mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah ﷺ menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad Rasulullah ﷺ melakukannya hingga menjelang Beliau wafat. Setelah kewafatan Rasulullah ﷺ tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi Buta itu.
Suatu hari Abu Bakar رضي الله عنه berkunjung ke rumah anaknya Aisyah رضي الله عنها.
Beliau bertanya kepada anaknya, "Anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan?"
Aisyah رضي الله عنها menjawab pertanya'an ayahnya, "Wahai ayah engkau adalah seorang ahli sunnah, hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja."
"Apakah Itu?" tanya Abu Bakar رضي الله عنه.
"Setiap pagi Rasulullah ﷺ selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi Buta yang berada di sana." kata Aisyah رضي الله عنها.
Keesokan harinya Abu Bakar رضي الله عنه pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu.
Abu Bakar رضي الله عنه mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abu Bakar رضي الله عنه mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak.
"Siapakah kamu ?"
Abu Bakar رضي الله عنه menjawab, "Aku orang yang biasa."
Bukan ! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku." jawab si pengemis buta itu.
"Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku dengan mulutnya sendiri."
Pengemis itu melanjutkan perkata'annya.
Abu Bakar رضي الله عنه tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, "Aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang Mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah ﷺ.
Setelah mendengar cerita Abu Bakar رضي الله عنه pengemis itu terkejut lalu menangis sambil berkata, "Benarkah demikian?
Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia malah mendatangiku dengan membawakan makanan setiap pagi, ia begitu Mulia…. " isaknya. Pengemis Yahudi Buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abu Bakar رضي الله عنه."
Kisah ini menujukkan sikap lemah lembut dan penuh simpati dan empati yang diamalkan Rasulullah ﷺ terhadap orang yang berbeda keyakinan sekalipun. Apatahlagi kepada yang sama keyakinannya, hanya berbeda masalah khilafiah (kecil). Latif adalah sebuah keniscaya'an dalam interaksi beragama.
Latif adalah solusi hidup berdampingan secara harmonis di dalam masyarakat plural, Indonesia.
والله اعلم بالصواب
Semoga bermanfa'at...
Qalam Ilmu ✍️
Komentar
Posting Komentar