🌺 *PELAJARAN DI BALIK KISAH NABI IBRAHIM & ISMAIL* ☘️
✍️ : *_Tgk. H. Muhammad Iqbal Jalil_*
Nabiyullah Ibrahim telah membuktikan dirinya layak diberikan pangkat Khalilullah atau Khalirrahman, seorang hamba yang senantiasa tunduk dan pasrah atas ketetapan Allah SWT. Apa pun yang diperintahkan Allah meskipun itu suatu hal yang berat untuk dilakukan, Nabi Ibrahim tidak pernah merasakan itu sebagai beban, sehingga beliau ikhlas tatkala Allah memerintahkan untuk menyembelih putra kesayangannya, Ismail 'alaihissalam. Nabi Ismail pun tidak tidak sedikitpun merasa keberatan tatkala Sang Ayah mengutarakan isi mimpinya.
Kisah kepasrahan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam menjalankan perintah Allah diabadikan oleh Allah dalam Alquran, Surat As-Shaffat Ayat 99-111:
وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ (99) رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (100) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ (101) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآَخِرِينَ (108) سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (109) كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (110) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (111)
Artinya : _Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu)”Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman."_ (QS As-Shaffat 99-111)
Ada banyak pelajaran yang dapat kita petik dari Kisahnya Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail ‘alaihimassalam. Pelajaran yang akan sangat bermanfaat untuk kita jadikan tuntunan dalam menjalani kehidupan dunia ini demi memperoleh kebahagiaan ukhrawi.
Berikut beberapa hikmah dan pelajaran di balik Kisah Nabi Ibrahim,
📝 *Pentingnya Mendidik Anak Yang Shaleh*
Apa artinya memiliki rumah yang mewah dan harta yang melimpah, kalau seandainya kondisi yang ada di dalamnya tidak mendatangkan ketentraman jiwa.
Salah satu hal yang membuat seseorang merasa tenang jiwanya adalah ketika memiliki anak-anak yang shalih. Anak yang shalih tidak hanya membuat orang tuanya senang dan bahagia ketika bersama, tetapi juga di saat orang tua telah meninggal dunia, anak yang shalih akan senantiasa mengirimkan doa yang membuat orang tuanya tenang di alam barzah serta mendapat tambahan amal pahala yang dihadiahkan kepadanya. Saat bersama ia bahagiakan orang tuanya dengan keluhuran budi, di kala jauh ia harumkan nama orang tuanya dengan segudang prestasi.
Kepasrahan Nabi Ismail 'alaihissalam telah menunjukkan betapa suksesnya Nabi Ibrahim dalam membentuk karakter anaknya sehingga menjadi anak yang shalih. Tentu saja ini tidak lepas dari usaha dan doa yang senantiasa beliau panjatkan, _"Ya Allah berikanlah kepadaku anak yang shalih."_
Lihatlah betapa tunduk dan patuhnya Nabi Ismail kepada Ayahnya walau harus mengikhlaskan nyawanya dikorbankan demi memastikan terwujudnya perintah Allah yang disampaikan kepada Ayahnya, Ibrahim melalui mimpi. Tentu saja, sosok anak shalih seperti Ismail merupakan anugerah yang tak ternilai yang Allah berikan kepada Nabi Ibrahim.
Lalu bagaimana dengan kita? Adalah kita memandang serius persoalan pendidikan dan karakter seorang anak. Betapa banyak anak-anak yang mendapatkan jajan yang banyak dari orang tuanya, dibelikan HP, game, atau apapun yang disenangi oleh anaknya. Rasa sayang yang berlebihan dicurahkan dengan cara dimanjakan padahal sebenarnya itu justeru berakibat tidak baik untuk si anak. Akhirnya si anak lalai dan terabaikan persoalan pendidikan, ilmu agama dan pembentukan karakternya. Maka harta tidaklah menjamin seseorang untuk memiliki anak yang shalih, karena sesungguhnya anak yang shalih hanya bisa dilahirkan dengan pembinaan ilmu agama.
Sungguh keluarga sederhana dengan segala keterbatasan dari segi harta akan lebih membahagiakan bila seandainya keluarga itu mampu mendidik anak-anaknya menjadi anak yang shalih yang taat kepada Allah dan patuh kepada orang tuanya. Rumah mewah dan harta melimpah akan terasa kurang bermakna tatkala tak mampu mendidik anak memiliki pribadi yang shalih dan paham ilmu agama.
📝 *Sumbangkan Anakmu Untuk Agama Allah*
Nabi Ibrahim telah membuktikan dirinya sebagai Khalilullah yang siap mengorbankan apa saja demi agama Allah. Nabi Ibrahim rela berpisah selamanya dengan anak semata wayangnya kalau memang itu dimaksudkan demi mendapatkan ridha Allah SWT. Tak tanggung-tanggung, pisau yang tajam sudah disiapkan untuk menyembelih sang anak yang baru berusia remaja meskipun akhirnya tidak jadi dilakukan karena Allah sudah menebusnya dan perintah itu hanya merupakan ujian semata.
Lalu bagaimana dengan kita? Relakah kita mengorbankan sesuatu yang kita miliki demi agama Allah? Tidakkah kita punya niat untuk mewaqafkan anak-anak kita sebagai pembantu dakwahnya Rasulullah Saw?
Alangkah mulianya seorang orang tua yang rela mengorbankan anaknya sebagai pembantu dakwahnya Rasulullah di saat kebanyakan orang tua lainnya berlomba-lomba untuk menyekolahkan anak pada pendidikan umum lainnya. Ketahuilah, Rasulullah akan berbangga dengan umatnya di akhir zaman yang hidupnya jauh dari zamannya Rasulullah, tetapi memiliki kecintaan yang besar kepada Rasulullah dan agama yang mulia ini. Di antara orang yang akan dibanggakan oleh Rasulullah adalah mereka para orang tua yang menitip anaknya di dayah, sebagai calon pewaris risalah Rasulullah Saw.
Pernahkah kita bayangkan? Di saat kita memiliki beberapa orang anak yang cerdas, sementara tidak satu pun dari mereka kita sumbangkan untuk memperkuat dakwahnya Rasulullah. Padahal dari segi harta Allah berikan kita kecukupan. Maka jawaban apa yang kita diberikan andai di akhirat nanti Allah bertanya, "Wahai Fulan, Ku berikan kepada mu keluasan harta, anak yang cerdas, sementara tidak satu pun dari mereka Engkau sumbangkan untuk memperkuat agama ini, alangkah teganya Engkau sehingga membiarkan agama ini hanya diemban oleh mereka yang memiliki segala keterbatasan."
Maka karena itu mari sumbangkan anak-anak kita untuk membantu dakwahnya Rasulullah. Kerelaan kita untuk berpisah sementara dengan sang anak saat di dayah tidak seberapa dengan keikhlasan Nabi Ibrahim yang siap berpisah selamanya dan siap mengorbankan nyawa anaknya demi mengharap ridha Allah Swt. Yakinkanlah, bahwa orang tua yang paling bahagia di alam barzah nantinya adalah orang tua yang banyak anaknya berada di jalan agama.
*Hidup Tidak Luput Dari Ujian*
Dengan mengetahui kisah-kisah para Nabi yang hidupnya penuh dengan ujian seharusnya dapat membuat kita semakin siap dan tabah tatkala menghadapi ujian dari Allah. Kalau lah para Nabi yang ma'shum dan mendapat jaminan masuk syurga masih juga diuji, maka apalagi kita yang hari-harinya tidak luput dari dosa. Bisa jadi Allah uji kita melalui musibah untuk meninggikan martabat kita atau menghapus dosa-dosa kita.
Dari kisah Nabi Ibrahim dapat kita lihat bahwa tidak selamanya yang secara zahir kita lihat buruk itu adalah buruk bagi kita, karena bisa jadi yang kita benci itulah yang terbaik bagi kita. Memang secara zahir perintah menyembelih Ismail merupakan mafsadah bagi Nabi Ibrahim, tapi lihatlah bagaimana taqdir Allah di balik itu. Perintah menyembelih Nabi Ismail ternyata hanya ujian semata untuk mengukur sejauh mana kesiapan Nabi Ibrahim dalam mengorbankan sesuatu yang sangat dicintainya untuk Allah. Dan ketika Nabi Ibrahim telah membuktikan kesiapannya untuk berkorban demi mengharap ridha Allah, Allah cabut perintahNya dan Allah tebus Ismail dengan sesembelihan lainnya. Tidak hanya sampai di situ, bahkan Ismail akhirnya Allah taqdirkan sebagai salah seorang Rasul, penyampai risalahNya kepada umat manusia.
📝 *Nasakh Sebelum Amal*
Dibatalkan penyembelihan Nabi Ismail sebelum Nabi Ibrahim melakukannya dijadikan dalil oleh Ulama Ushuliyyin bahwa boleh berlaku nasakh (pembatalan hukum) sebelum tiba waktu melakukannya. Mungkin ada orang yang bertanya, bukankah hal seperti itu terkesan Allah ragu-ragu dalam menetapkan hukum sehingga setelah sesuatu diperintahkan, dan belum tiba waktu melakukannya hukum itu telah dibatalkan pemberlakuannya? Tidak, keraguan pada zat Allah adalah suatu hal yang mustahil. Namun kenapa ada nasakh qabla al-amal? Ini disebabkan ada hikmah di baliknya.
Salah satu hikmah nasakh qaba al-‘amal adalah Allah ingin menguji apakah seorang hamba melakukan persiapan untuk menunaikan perintahNya. Dengan adanya persiapan dan niat melakukan perintahNya, Allah telah memberikan pahala. Lalu dengan kasih sayang dan karunia-Nya, Allah mencabut ta'alluq (pemberlakuan) hukum itu, hingga perintah itu tidak perlu ditunaikan namun Allah telah memberikan pahala atas niat dan persiapan untuk menunaikan perintah tersebut. Nasakh qabla al-‘amal merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.
📝 *Sedekah Tidak Akan Hilang*
Banyak orang yang keliru dalam mempersepsikan sedekah. Memang benar, sekilas terlihat sedekah adalah pengeluaran, tapi pada hakikatnya sedekah adalah pemasukan. Sedekah adalah salah satu bentuk syukur atas harta yang Allah titipkan. Syukur merupakan penyebab yang membuat rezki kekal dan bertambah.
Para Ulama mengatakan:
الشكر قيد للموجود وصيد للمفقود
_“Syukur menjadi pengekang bagi nikmat yang dimiliki sekaligus menjadi pemburu bagi nikmat yang belum didapati.”_
Karena sedekah merupakan salah satu bentuk syukur atas nikmat harta, maka sedekah di samping membuat rezki seseorang kekal, sedekah juga menjadi jalan pembuka untuk memperoleh rezki yang lebih banyak lagi. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa sedekah sebenarnya bukan pengeluaran tetapi sedekah merupakan pemasukan.
Sedekah yang kita keluarkan ikhlas karena Allah akan disimpan oleh Allah. Selain diberikan balasan yang berganda di akhirat nanti, sedekah itu juga akan dikembalikan kepada kita di dunia ini saat kita membutuhkannya, atau bisa juga akan dikembalikan kepada anak cucu kita.
Dari beberapa riwayat disebutkan bahwa kambing yang menjadi tebusan bagi Nabi Ismail ternyata merupakan kambing persembahan terbaik dari kakeknya Habil, anak dari Nabi Adam 'alaihissalam.
Dalam syariat Nabi Adam, seorang laki-laki boleh menikahi adik atau kakak perempuannya dengan catatan bukan merupakan pasangan kembar yang lahir bersamaan. Nabi Adam memiliki 40 orang anak yang lahir kembar berpasangan laki-laki dan perempuan dalam 20 kali kelahiran. Maka sesuai dengan ketentuan dalam syariat Nabi Adam, Qabil harus menikahi Labuda yang lahir berpasangan dengan Habil, Sedang Habil menikahi Iklima.
Ketentuan ini ternyata tidak dipatuhi oleh Qabil. Qabil enggan dan tidak mau menikahi Labuda yang jelek wajahnya dengan anggapan sebenarnya dia lah yang pantas menikah dengan Iklima. Apalagi Qabil yang merupakan anak yang sudah dikandung oleh Siti Hawa dalam kehamilannya di Syurga. Qabil merasa sebagai laki-laki syurga ia tidak pantas menikahi Labuda yang merupakan wanita dunia.
Maka pada waktu itu Allah mewahyukan kepada Nabi Adam untuk menguji Qabil dan Habil untuk berqurban. Masing-masing dari mereka diperintahkan untuk mempersembahkan hasil usaha terbaik sesuai profesi masing-masing. Sebagai peternak Habil mempersembahkan hasil ternaknya, sedangkan Qabil yang memiliki usaha perkebunan mempersembahkan hasil kebunnya. Habil yang memang ikhlas ingin berqurban dan memberikan persembahan terbaiknya kepada Allah sengaja memilih ternak terbaik untuk diqurbankan, sedangkan Qabil yang dari awal memang tidak ada niat untuk mengikuti persyaratan itu memberikan hasil kebun yang tidak layak jual. Akhirnya qurban yang diterima adalah qurbannya Habil yang ditandai dengan disambar api hingga qurban Habil dari hewan ternak terbaiknya di simpan di Syurga.
Kisah ini diabadikan oleh Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 27,
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ ۖ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
_“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa."_ (QS Al-Maidah:27)
Keikhlasan Habil membuat qurbannya diterima oleh Allah dan disimpan di syurga hingga akhirnya dikembalikan kepada cucu keturunannya, Nabi Ismail 'alaihissalam. Kisah ini mengajarkan kita bahwa sedekah yang diterima adalah yang ikhlas karena Allah. Dan sedekah karena Allah tidak akan hilang, melainkan disimpan oleh Allah untuk diberikan kepada kita saat sewaktu-waktu kita membutuhkannya, atau akan dikembalikan kepada anak dan cucu kita.
📝 *Amal Baik Menjadikan Seseorang Kekal Dalam Ingatan*
Pernahkah kita bayangkan, betapa banyak orang yang baru saja meninggal dunia tetapi sosoknya telah dilupakan dan namanya hilang dari permukaan. Namun lihatlah Rasulullah, para Ambia, Ulama dan Shalihin, meskipun jasad mereka telah dikuburkan berabad-abad lamanya, nama mereka tetap kekal dalam sebutan dan ingatan. Para Imam Mazhab, Pengarang kitab, dan para Ulama pada umumnya seakan baru kemarin meninggal dunia karena nama mereka terus dikenang dari generasi ke generasi.
Tentu saja, yang membuat seseorang dikenal adalah dengan banyaknya jasa, pengabdian dan amal kebaikan selama hidupnya di dunia. Sebaliknya orang yang hidupnya kurang terasa manfaatnya, namanya akan cepat dilupakan. Apalagi bila seseorang terkenal dengan perilaku kejahatannya, namanya biarpun dikenang tidak lebih melainkan hanya menjadi contoh buruk sebagai orang yang tidak layak diikuti.
Nabi Ibrahim adalah sosok yang Allah kekalkan sebutannya sebagai contoh bagi generasi berikutnya sesuai dengan firmannya dalam surat As-Shaffat di atas:
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآَخِرِينَ
_“Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.”_ (QS As-Shaffat 108)
Selain Nabi Ibrahim yang perjalanan hidupnya sangat berkaitan erat dengan beberapa amaliyah ibadah haji, ada juga Sahabat Nabi seperti Abu Bakar yang ucapan pujiannya kepada Allah begitu ikhlas tatkala mendapatkan rakaat dalam shalat berjamaah bersama Nabi walau terlambat, membuat kisah itu diabadikan oleh Allah sebagai syariat saat bangkit dari ruku', yaitu membaca tasmi', yang asal maknanya Allah telah menerima pujian Abubakar kepadaNya. Sebaliknya orang yang beramal jahat juga diabadikan namanya oleh Allah sebagai contoh yang tidak layak diikuti. Misalnya Abu Lahab, Allah menurunkan satu surat khusus sebagai celaan baginya.
Kisah Nabi Ibrahim seharusnya membuat kita termotivasi untuk semakin memperbanyak amal kebaikan, agar nama kita terus dikenang, didoakan, dan dijadikan contoh baik oleh generasi berikutnya. Semakin banyak kebaikan yang kita lakukan dan semakin besar manfaat dari kehidupan kita kepada orang lain, tentu semakin berpengaruh pula pada ingatan orang kepada kita.
_Semoga kita dapat memetik hikmah dan pelajaran dari kisah yang agung ini sebagai bekal dalam menjalani kehidupan untuk menggapai keridhaan Allah SWT. Amiin!_
🌹📲 Boleh dishare, Semoga bermanfaat! 🤲🏻🤲🏻🤲🏻
Komentar
Posting Komentar