Bukan Soal Dunia, Tapi Tentang Siapa yang Kau Punya di Hatimu.

Bukan Soal Dunia, Tapi Tentang Siapa yang Kau Punya di Hatimu.

Buku Ihya Ulumuddin, karya agung Imam Al-Ghazali, berisi kisah mendalam tentang seorang fakir bernama Abdullah yang hidupnya sederhana, namun hatinya kaya dengan rasa syukur dan tawakal. Itu yang saya sampaikan dalam kitab At-Tawakkul, masih ada perkataan lain. tentang kepasrahan sepenuhnya kepada Allah SWT.

Kisah Abdullah Si Fakir

Di sebuah desa yang sunyi, Abdullah tinggal di sebuah gubuk kecil yang hampir roboh. Satu-satunya harta yang ia miliki adalah selembar tikar lusuh dan sebuah kendi air. Abdullah bekerja sebagai buruh kasar, penghasilannya hanya cukup untuk membeli sepotong roti setiap hari. Namun, setiap malam Abdullah bersujud, menangis dalam munajatnya:

> “Segala puji bagi-Mu, ya Allah, yang telah mencukupkan diriku dari segala yang tidak Engkau tetapkan untukku.”

Suatu hari, seorang pedagang kaya yang sedang melintasi desa melihat Abdullah sedang duduk di depan gubuknya, tersenyum meskipun dalam kemiskinan, Penasaran, pedagang itu mendekat dan bertanya:

> "Mengapa kamu tersenyum, wahai Abdullah? Hidupmu begitu kekurangan, sedangkan aku memiliki segalanya."

Dengan tenang, Abdullah menjawab:

> "Aku tersenyum karena hatiku kaya, sedangkan hartamu. Hanya membuatmu cemas. Aku memiliki Allah yang mencukupkan segala kebutuhanku, sedangkan kamu memiliki dunia yang tak pernah membuatmu puas."

Pedagang itu terdiam, merasa tertampar oleh jawaban Abdullah. Namun ia bertanya lagi:

> "Bagaimana engkau merasa kaya, padahal engkau tidak memiliki apa-apa?"

Abdullah tersenyum lebih lebar dan menjawab:

> "Aku merasa kaya karena aku bersyukur. Dunia ini hanya sementara, sedangkan Allah kekal. Jika aku aku memiliki Allah, apa lagi yang kurang dariku?"

Aku tidak mau, mau tidak mau aku merasa nyaman dengan hal itu. Kata-kata Abdullah membuka matanya tentang hakikat kekayaan sejati.

Keesokan harinya, pedagang itu kembali mengunjungi Abdullah, la melihat Abdullah berbagi sepotong roti terakhirnya dengan seorang pengemis. Dengan rasa heran, ia bertanya:

> "Mengapa engkau memberikan roti terakhirmu? Tidakkah engkau khawatir akan kelaparan?"

Abdullah menjawab dengan lembut:

> “Rezekiku bukan dari roti ini, melainkan dari Allah. Jika aku aku memberi kepada yang lebih membutuhkan, aku yakin Allah akan mencukupkan keperluanku. Kematian hingga kelaparan hanya ada pada mereka yang kurang percaya kepada Allah.”

Saat itu hujan deras tiba-tiba turun. Pedagang itu bergegas mencari tempat berlindung, tetapi ia melihat Abdullah tetap duduk di bawah hujan sambil menengadahkan tangan dan berdoa:

> "Ya Tuhan, terima kasih atas menu yang Anda inginkan tanpa keanggotaan apa pun. Anda tidak dapat menyimpan apa pun dari orang yang Anda cintai."

Pedagang itu tidak mampu lagi menahan air matanya. Pendekatannya kepada Abdullah dan memohon agar diajarkan jalan hidup seperti itu. Abdullah Hanya menjawab dengan penuh hikmah:

> "Inilah yang harus Anda lakukan dengan dunia ini, dan kemudian Anda tidak ada hubungannya dengan Tuhan. Inilah yang paling diketahui Tuhan, dan apa hubungannya Tuhan dengan itu."

Silakan baca pertanyaan ini Abdullah

Imam Al-Ghazali menyimpulkan secara mendalam kisah ini dalam Kitab At-Tawakkul:

1. Tawakal: Keyakinan penuh kepada Allah, bahkan dalam situasi yang paling sulit, adalah kunci kebahagiaan sejati.

2. Syukur: Orang yang mampu bersyukur atas sedikit nikmat akan merasa lebih kaya dibandingkan orang yang memiliki banyak harta tetapi tidak merasa cukup.

3. Redha : Menerima ketentuan Allah dengan lapang dada adalah jalan menuju ketenangan hati.

Imam Al-Ghazali menyebutkan:

> "Kemiskinan yang disertai rasa syukur lebih mulia daripada kekayaan yang disertai kejahatan. Orang fakir yang redha dengan keadaan hidupnya telah menemukan kekayaan hati yang tidak akan habis."

Sumber dan Rujukan

1. Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali, Kitab At-Tawakkul, Bab tentang Tawakal dan Syukur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Di antara bentuk didikan Imam Taqiyuddin As-Subki kepada keluarganya

HATI².. MUSIBAH SANTRI

HILANGNYA KEBERKAHAN ILMU ANAK, KARENA PRILAKU BURUK ORANG TUA TERHADAP GURUNYA